Mohamad Ansori
Beberapa tahun belakangan ini, gerakan literasi semakin kuat disuarakan oleh para penggiat. Hal ini tidak lepas dari keprihatinan banyak pihak akan rendahnya minat baca bangsa Indonesia. Padahal membaca merupakan jendela ilmu pengetahuan. Banyak membaca berarti memperluas pengetahuan, menambah wawasan, dan membangun cakrawala berpikir untuk mengembangkan semua potensi yang ada.
Gerakan literasi, secara konseptual, telah dimulai sejak sekitar 15 abad yang lalu. Yaitu, ketika pada suatu malam, Rasullullah Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama kali. Sebagaimana disebutkan dalam sejarah kenabian, Nabi Muhammad yang pada saat itu belum diwisuda manjadi nabi didatangi oleh Malaikat Jibril pada suatu malam, ketika berkhalwat di Goa Hiro, sebelah utara Kota Mekah. Ayat al Quran yang pertama kali di turunkan adalah lima ayat yang tertera dalam Surah Al Alaq ayat 1-5. Perintah pertama yang disampaikan oleh Malaikat Jibril adalah iqra’, yang artinya membaca.
Dalam sebuah kesempatan, Imam Besar Masjid Istiqlal yang juga merupakan salah satu cendekiawan Islam terkemuka saat ini, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, menjelaskan bahwa iqra’ paling tidak memiliki empat makna. Pertama iqra’ mengajarkan
how to read, yaitu bagaimana kita dapat membaca ayat-ayat Al Qur’an dengan baik dan benar, dan mengkhatamkannya. Kedua, iqra’ mengajarkan
how to learn, bagaimana mengetahui tafsirnya, bahkan bagaimana mengetahui takwilnya. Ketiga, iqra’ mengajarkan
how to understand, yaitu bagaimana kita memahaminya, secara emosional dan spiritual. Dan yang keempat, iqra’ mengajarkan bagaimana cara me-mukasyafah-kan, yaitu menyingkap tabir-tabir yang ada di dalamnya.
Kemampuan literasi merupakan kemampuan untuk membaca, memahami, dan mengambil hikmah serta manfaat dari materi yang dibaca. Gerakan literasi dilaksanakan dalam upaya untuk mencapai kompetensi itu. Dengan adanya gerakan literasi, minat baca diharapkan bisa meningkat, kemampuan menganilisis sumber bacaan meningkat, dan yang paling penting dapat mengambil kesimpulan dan hikmah yang ada di dalamnya.
Iqra’ tidak hanya mengajarkan membaca ayat al Qur’an. Lebih luas dari itu, iqra’ mengajarkan untuk membaca semua ayat-ayat Alloh SWT. Terdapat ayat-ayat Allah SWT yang lain yang dapat menjadi pelajaran berharga bagi kehidupan manusia. Ayat-ayat Allah SWT selain al Qur’an itu lazim disebut ayat kauniyah, yaitu ayat-ayat yang berhubungan dengan alam. Hukum alam, peristiwa alam, gejala sosial, dan sebagainya, juga merupakan sumber bacaan yang dapat digunakan sebagai pedoman hidup yang berharga bagi manusia.
Peristiwa alam seperti banjir bandang dan tanah longsor, kekeringan dan kebakaran hutan, merupakan peristiwa-peristiwa alam yang seharusnya menjadi pelajaran yang berharga manusia. Dengan adanya bencana-bencana itu, manusia dapat mengambil kesimpulan bahwa demi kebahagian dan kesejahteraan manusia di masa mendatang, maka manusia harus care terhadap alam. Alam telah menyediakan sumber makanan, tempat tinggal, oksigen, udara yang segar, dan seterusnya, sudah sepantasnya mendapatkan perhatian dari manusia agar alam tetap lestari dan terjaga dari kerusakan.
Gejala-gejala sosial seperti kejahatan, perkelahian, dan perang misalnya, juga bisa menjadi pelajaran bagi manusia, bahwa kekerasan selalu menghasilkan kerusakan dan kesedihan. Perang dan kekerasan tidak menyelesaikan masalah dengan baik, sebaliknya menimbulkan masalah-masalah kemanusiaan yang sangat merugikan manusia sendiri. Oleh karena itu, dialog dan duduk bersama dalam menyelesaikan persengketan, merupakan hal terbaik yang seharusnya dipilih manusia dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
Iqra’ juga mengajarkan manusia untuk mengungkap rahasia-rahasia dibalik ayat-ayat Allah SWT. Demikian juga literasi, dalam level yang lebih mendalam, mengajarkan pada kegiatan analisis masalah. Dari berbagai analisis itu ditemukan gejala-gejala dan fenomena yang muncul dari berbagai peristiwa. Gejala dan fenomena itu dapat menjadi tolok ukur penyelesaian masalah karena darinya akan ditemukan akar persoalan yang mengemuka.
Kehidupan tidak dapat dilepaskan dari masalah. Setiap perjalanan hidup manusia pasti akan menemukan masalah. Oleh karena itu, kemampuan menganalisis masalah dengan tujuan menemukan akar masalah merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki. Masalah terjadi pasti ada latar belakangannya, ada penyebab-penyebab yang memicunya, ada celah-celah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalahnya, dan seterusnya. Kemampuan analisis seperti itu, juga dikembangkan dalam kegiatan literasi.
Secara spesifik Gerakan Literasi Nasional (GLN) menempatkan enam dimensi literasi, yaitu literasi baca dan tulis, numerasi, sains, finansial, digital, budaya dan kewargaan. Literasi baca dan tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.
Sementara itu, literasi numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk (a) bisa memperoleh, menginterpretasikan, menggunakan, dan mengomunikasikan berbagai macam angka dan simbol matematika untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari; (b) bisa menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.) untuk mengambil keputusan.
Literasi sains adalah pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains, membangun kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya, serta meningkatkan kemauan untuk terlibat dan peduli dalam isu-isu yang terkait sains. Literasi sains ini sangat diperlukan karena perkembangan dan kemajuan sains dan teknologi berkembang dengan sangat luar biasa di era digital ini.
Sedangkan literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan eranya, literasi digital merupakan kebutuhan utama masyarakat modern dalam menjalani kehidupannya. Digitalisasi merasuk ke dalam semua lini kehidupan sehingga literasi digital benar-benar merupakan kebutuhan manusia.
Literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan (a) pemahaman tentang konsep dan risiko, (b) keterampilan, dan (c) motivasi dan pemahaman agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.
Sedangkan yang terakhir, literasi budaya yaitu pengetahuan dan kecakapan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Sementara itu, literasi kewargaan adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat. Sebagai bangsa, kita harus berperan aktif dalam menjaga budaya bangsa. Selain itu, kita juga harus mengetahui hak dan kewajiban kita, sehingga kita dapat mengambil peran yang aktif dalam pembangunan bangsa. (ans)